Maskawin (Mahar), Khutbah Nikah dan Akad Nikah sesuai Sunnah
Bismillahirrahmanirrahim
|
Oleh :
Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi
Akad Nikah
Rukun akad nikah ada dua, yaitu: Ijab dan Qabul. Sedangkan syarat sahnya adalah :
1. Adanya izin dari wali
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ لَمْ يَنْكِحْهَا الْوَلِيُّ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَإِنْ أَصَابَهَا فَلَهَا مَهْرُهَا بِمَا أَصَابَ مِنْهَا فَإِنِ اشْتَجَرُوْا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ لَهُ
“Wanita yang tidak dinikahkan oleh walinya, maka nikahnya bathil, maka nikahnya bathil, maka nikahnya bathil. Jika sang lelaki telah mencampurinya, maka sang wanita berhak mendapatkan maskawin untuk kehormatan dari apa yang telah menimpanya. Dan jika mereka terlunta-lunta (tidak memiliki wali), maka penguasa dapat menjadi wali bagi wanita yang tidak mempunyai wali.” [1]
2. Hadirnya para saksi
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لاَنِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَيْ عَدْلٍ.
“Tidak sah nikah kecuali dengan seorang wali dan dua orang saksi yang adil.”[2]
Read more https://almanhaj.or.id/1348-akad-nikah-khutbah-nikah-mahar-maskawin.html
Rukun akad nikah ada dua, yaitu: Ijab dan Qabul. Sedangkan syarat sahnya adalah :
1. Adanya izin dari wali
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ لَمْ يَنْكِحْهَا الْوَلِيُّ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَإِنْ أَصَابَهَا فَلَهَا مَهْرُهَا بِمَا أَصَابَ مِنْهَا فَإِنِ اشْتَجَرُوْا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ لَهُ
“Wanita yang tidak dinikahkan oleh walinya, maka nikahnya bathil, maka nikahnya bathil, maka nikahnya bathil. Jika sang lelaki telah mencampurinya, maka sang wanita berhak mendapatkan maskawin untuk kehormatan dari apa yang telah menimpanya. Dan jika mereka terlunta-lunta (tidak memiliki wali), maka penguasa dapat menjadi wali bagi wanita yang tidak mempunyai wali.” [1]
2. Hadirnya para saksi
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لاَنِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَيْ عَدْلٍ.
“Tidak sah nikah kecuali dengan seorang wali dan dua orang saksi yang adil.”[2]
Read more https://almanhaj.or.id/1348-akad-nikah-khutbah-nikah-mahar-maskawin.html
Rukun akad nikah ada dua, yaitu: Ijab dan Qabul.
Sedangkan syarat sahnya adalah
:
1. Adanya izin dari wali
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ لَمْ يَنْكِحْهَا الْوَلِيُّ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ،
فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَإِنْ أَصَابَهَا فَلَهَا مَهْرُهَا
بِمَا أَصَابَ مِنْهَا فَإِنِ اشْتَجَرُوْا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ
وَلِيَّ لَهُ
“Wanita yang tidak dinikahkan oleh walinya, maka nikahnya bathil, maka
nikahnya bathil, maka nikahnya bathil. Jika sang lelaki telah mencampurinya,
maka sang wanita berhak mendapatkan maskawin untuk kehormatan dari apa yang
telah menimpanya. Dan jika mereka terlunta-lunta (tidak memiliki wali), maka
penguasa dapat menjadi wali bagi wanita yang tidak mempunyai wali.” [1]
2. Hadirnya para saksi
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لاَنِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَيْ عَدْلٍ.
“Tidak sah nikah kecuali dengan seorang wali dan dua orang saksi yang
adil.”[2]
Keharusan Meminta Persetujuan Wanita Sebelum Pernikahan
Apabila pernikahan tidak sah kecuali dengan adanya seorang wali, maka merupakan kewajiban juga bagi wali untuk meminta persetujuan dari wanita yang berada di bawah perwaliannya sebelum dilangsungkannya pernikahan. Tidak boleh bagi seorang wali untuk memaksa seorang wanita untuk menikah jika ia tidak ridha dan jika wanita tersebut dinikahkan sedangkan ia tidak ridha, maka ia berhak membatalkan akad tersebut.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwasanya Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَتُنْكَحُ اْلأَيِّمُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ، وَلاَ تُنْكَحُ البِكْرُ حَتَّى
تُسْتَأْذَنَ قَالُوْا: يَارَسُوْلَ اللهِ، وَكَيْفَ إِذْنُهَا؟ قَالَ: أَنْ
تَسْكُتَ.
“Seorang janda tidak boleh dinikahkan kecuali setelah dipinta perintahnya
dan seorang gadis tidak boleh dinikahkan kecuali setelah dimintai izinnya.”
Para Sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana izinnya ?” Beliau menjawab,
“Bila ia diam.” [3]
وَعَنْ خَنْسَاءَ بِنْتِ خَدَّامَ اْلأَنْصَارِيَّة، أَنَّ أَبَاهَا
زَوَّجَهَا وَهِيَ ثَيِّبٌ، فَكَرِهَتْ ذَلِكَ، فَأَتَتْ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَدَّ نِكَاحَهَا.
“Dan dari Khansa binti Khaddam
al-Anshariyyah: bahwa bapaknya telah menikahkannya sedangkan ia janda, akan
tetapi ia tidak rela, kemudian ia menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
maka beliau membatalkan pernikahannya.” [4]
Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallah anhuma
bahwasanya ada seorang gadis yang mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan mengadu bahwa bapaknya telah menikahkannya sedangkan ia tidak rela, maka
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salalm menyerahkan pilihan kepadanya. [5]
KHUTBAH NIKAH
Disunnahkan khutbah menjelang akad nikah, yaitu yang disebut sebagai Khutbatul Hajah, dan lafazhnya adalah sebagai berikut :
إِنَّ الْحَمْدَ ِللهِ
نَحْمَدُهُ نَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ
أَنْفُسِنَا وَمِنْ وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ
لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ
اللهُ، وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُولُهُ.
“Sesungguhnya segala puji hanyalah milik
Allah. Kepada-Nya kita memuji, memohon pertolongan dan ampunan. Kita berlindung
kepada-Nya dari kejahatan jiwa kita dan keburukan perbuatan kita. Siapa yang
diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya. Dan siapa
yang disesatkan oleh Allah, maka tidak ada seorang pun yang dapat memberi
petunjuk kepadanya. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah (yang berhak diibadahi
dengan benar) selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi
bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya.”
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم
مُّسْلِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah sekali-kali
kalian mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” [Ali ‘Imran: 102]
يَا أَيُّهَا النَّاسُ
اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا
زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ
الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ
رَقِيبًا
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada
Rabb kalian Yang telah menciptakan kalian dari jiwa yang satu, serta
daripadanya Allah menciptakan isterinya dan daripada keduanya Allah
memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah
kepada Allah yang dengan (menggunakan) Nama-Nya kalian saling meminta satu sama
lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga
dan mengawasi kalian.” [An-Nisaa’: 1]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ
أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَمَن يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kalian kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar, niscaya Allah
memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan
barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat
ke-menangan yang besar.” [Al-Ahzaab: 70-71]
أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ
أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ الله، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَشَرَّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ
مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ، وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي
النَّارِ.
Amma ba’du: “Sesungguhnya sebenar-benar
perkataan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah pe-tunjuk Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan seburuk-buruk perkara adalah perkara yang
baru dan setiap yang baru (dalam agama) itu adalah bid’ah dan setiap bid’ah itu
sesat dan setiap kesesatan tempatnya di Neraka.” [6]
Sunnahnya Tahni-ah (Ucapan Selamat) Pernikahan
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alihi wa sallam apabila mendo’akan seseorang yang menikah beliau bersabda:
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alihi wa sallam apabila mendo’akan seseorang yang menikah beliau bersabda:
بَارَكَ اللهُ لَكُمْ،
وَبَارَكَ عَلَيْكُمْ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِيْ خَيْرٍ.
“Semoga Allah memberkahi kalian dan menetapkan keberkahan atas kalian serta
mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan.” [7]
Mahar (Maskawin)
Allah Ta’ala berfirman:
وَآتُوا النِّسَاءَ
صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً ۚ فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ
هَنِيئًا مَّرِيئًا
“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita
(yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika
mereka menyerahkan kepadamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka
makanlah (am-billah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik
akibatnya.” [An-Nisaa’: 4]
Mahar atau maskawin adalah hak seorang
wanita yang harus dibayar oleh laki-laki yang akan menikahinya. Maskawin
merupakan hak milik seorang isteri dan tidak boleh seorang pun mengambilnya,
baik sang ayah maupun selainnya, kecuali jika diambilnya maskawin itu dengan
keridhaan hatinya.
Syari’at Islam tidak membatasi nominal
sedikit banyaknya maskawin, akan tetapi Islam menganjurkan untuk meringankan
maskawin agar mempermudah proses pernikahan dan tidak membuat para pemuda
enggan untuk menikah karena mahalnya maskawin.
Allah Ta’ala berfirman:
وَإِنْ أَرَدتُّمُ
اسْتِبْدَالَ زَوْجٍ مَّكَانَ زَوْجٍ وَآتَيْتُمْ إِحْدَاهُنَّ قِنطَارًا فَلَا
تَأْخُذُوا مِنْهُ شَيْئًا
“Dan jika kamu ingin mengganti isterimu
dengan isteri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di
antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari
padanya barang sedikit pun…” [An-Nisaa’: 20]
Dan dari Sahl bin Sa’ad Radhiyallahu anhu ia berkata :
إِنِّي لَفِي الْقَوْمِ
عِنْدَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ قَامَتِ امْرَأَةٌ
فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّهَا قَدْ وَهَبَتْ نَفْسَهَا لَكَ فَرَ فِيهَا
رَأْيَكَ، فَلَمْ يُجِبْهَا شَيْئًا ثُمَّ قَامَتْ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللهِ
إِنَّهَا قَدْ وَهَبَتْ نَفْسَهَا لَكَ فَرَ فِيهَا رَأْيَكَ، فَلَمْ يُجِبْهَا
شَيْئًا ثُمَّ قَامَتْ الثَّالِثَةَ فَقَالَتْ إِنَّهَا قَدْ وَهَبَتْ نَفْسَهَا
لَكَ فَرَ فِيهَا رَأْيَكَ. فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ
أَنْكِحْنِيهَا. قَالَ: هَلْ عِنْدَكَ مِنْ شَيْءٍ قَالَ: لاَ. قَالَ: اذْهَبْ
فَاطْلُبْ وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ فَذَهَبَ فَطَلَبَ ثُمَّ جَاءَ فَقَالَ:
مَا وَجَدْتُ شَيْئًا وَلاَ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ. فَقَالَ: هَلْ مَعَكَ مِنَ
الْقُرْآنِ شَيْءٌ قَالَ: مَعِي سُورَةُ كَذَا وَسُورَةُ كَذَا. قَالَ: اذْهَبْ
فَقَدْ أَنْكَحْتُكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ.
“Pada suatu waktu aku bersama para Sahabat
dan di tengah-tengah kami ada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
tiba-tiba ada seorang wanita yang berdiri seraya berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya
wanita ini telah menyerahkan dirinya untukmu, maka katakanlah pendapat Anda.’
Akan tetapi beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menanggapinya, kemudian
wanita tersebut berdiri kembali seraya berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya
wanita ini telah menyerahkan dirinya untukmu, maka katakanlah pendapat Anda.’
Namun Rasulullah tetap belum menanggapinya, maka wanita tersebut kembali
berdiri untuk yang ketiga kalinya seraya berkata, ‘Sesungguhnya wanita ini
telah menyerahkan dirinya untukmu, maka katakanlah pendapat Anda.’ Sampai
kemudian ada salah seorang Sahabat yang berdiri seraya berkata, ‘Wahai
Rasulullah, nikahkanlah aku dengannya!’ Beliau bersabda, ‘Apakah engkau
mempunyai sesuatu yang dapat engkau jadikan mahar?’ Laki-laki itu menjawab,
‘Tidak’ Kemudian beliau bersabda, ‘Pergi dan carilah sesuatu meski hanya sebuah
cincin dari besi!’ Maka laki-laki itu pergi dan mencari apa yang diperintahkan
oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan tetapi ia kembali dan
berkata, ‘Aku tidak menemukan sesuatu meski hanya sebuah cincin dari besi.’
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya, ‘Apakah engkau
menghafal sesuatu dari al-Qur-an?’ Ia menjawab, ‘Aku menghafal surat ini dan
itu,” beliau bersabda, ‘Pergilah, sesungguhnya aku telah menikahkan dirimu
dengannya dengan mahar hafalan al-Qur-an yang ada padamu.’” [9]
Diperbolehkan bagi seseorang untuk
mendahulukan pembayaran maskawin ataupun mengakhirkannya secara keseluruhan
atau mendahulukan pembayaran sebagian maskawin dan mengakhirkan sebagian
lainnya. Apabila sang suami telah menggauli isteri sedangkan ia belum membayar
mas kawin, maka hal itu sah-sah saja, akan tetapi ia wajib membayar mahar
mitsil (mahar senilai yang biasa diberikan kepada wanita kerabat wanita itu)
apabila dalam akad nikah ia tidak menyebut maskawin yang akan ia berikan. Namun
jika ia telah menyebutnya, maka ia harus membayar maskawin sebesar apa yang
telah ia sebutkan. Dan berhati-hatilah, jangan sampai seseorang tidak memenuhi
hak wanita yang telah disyaratkan, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah bersabda:
أَحَقُّ مَا أَوْفَيْتُمْ
مِنَ الشُّرُوْطِ أَنْ تُوفُواْ بِهِ مَا اسْتَحْلَلْتُمْ بِهِ الفُرُوْجَ.
“Sesungguhnya suatu syarat yang paling
berhak untuk kalian penuhi adalah syarat yang dengannya dihalalkan bagi kalian
kemaluan (wanita).”[10]
Apabila sang suami meninggal setelah akad
dan sebelum menggauli, maka isteri berhak mendapatkan maskawin seluruhnya.
Dari ‘Alqamah Radhiyallahu anhu, ia
berkata, “Telah didatangkan kepada ‘Abdullah bin Mas’ud seorang wanita yang
telah dinikahi oleh seorang lelaki, kemudian lelaki tersebut meninggal, ia
belum menentukan maskawin dan menggaulinya.” ‘Alqamah berkata, ‘Mereka
berselisih tentang hal tersebut dan menanyakannya kepada ‘Abdullah bin Mas’ud,
kemudian ia menjawab, ‘Aku berpendapat ia berhak mendapat maskawin semisal
mahar yang didapat oleh wanita kerabatnya, ia berhak mendapatkan harta warisan
dan ia juga wajib ber‘iddah.’ Kemudian Ma’qil bin Sinan al-Asyja’i bersaksi
bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menetapkan kepada Barwa’
binti Wasyiq seperti apa yang telah ditetapkan oleh ‘Abdullah bin Mas’ud.” [11]
[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis
Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi,
Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA –
Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 –
September 2007M]
Footnote
-
[1]. Shahih: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 1524)], Sunan Ibni Majah (I/ 605, no. 1879) dan ini adalah lafazhnya, Sunan Abi Dawud (VI/98, no. 2069), Sunan at-Tirmidzi (II/280, no. 1108) dan
[1]. Shahih: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 1524)], Sunan Ibni Majah (I/ 605, no. 1879) dan ini adalah lafazhnya, Sunan Abi Dawud (VI/98, no. 2069), Sunan at-Tirmidzi (II/280, no. 1108) dan
lafazh dari ke-duanya adalah “فَإِنْ دَخَلَ
بِهَا… فَإِنْ تَشَاجَرُوْا”
[2]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 7557)], al-Baihaqi (VII/125), Shahiih Ibni Hibban (305/1247)
[3]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (IX/191, no. 5136), Shahiih Muslim (II/1036, no. 1419), Sunan Abi Dawud (VI/115, no. 2087), Sunan at-Tirmidzi (II/286, no. 1113), Sunan Ibni Majah (I/601, no. 1871), Sunan an-Nasa-i (VI/85). Dan maksud dari al-Aimu dalam hadits ini adalah wanita janda yang ditinggal suaminya karena kematian atau talak, walaupun orang Arab menggolongkan bagi setiap orang yang tidak mempunyai pasangan, baik laki-laki ataupun wanita.
[4]. Shahih: [Irwaa-ul Ghaliil (no. 1830)], Shahiih al-Bukhari (IX/194, no. 5138), Sunan Abi Dawud (VI/127, no. 2087), Sunan Ibni Majah (I/602, no. 1873), Sunan an-Nasa-i (VI/86).
[5]. Shahih: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 1520)], Sunan Abi Dawud (VI/120, no. 2082), Sunan Ibni Majah (I/603, no. 1875).
[6]. Takhrijnya telah lalu pada pembahasan Khutbah Jum’ah.
[7]. Shahih: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 1546)], Sunan Ibni Majah (I/614, no. 1905), dan ini adalah lafazhnya, Sunan Abi Dawud (VI/166, no. 2116), Sunan at-Tirmidzi (II/276, no. 1097) dan dalam riwayat mereka berdua khitabnya untuk mufrad (بَارَكَ اللهُ لَكَ… الخ).
[8]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (IX/221, no. 5153), Shahiih Muslim (II/1042, no. 1427), Sunan Abi Dawud (VI/139, no. 2095), Sunan at-Tirmidzi (II/277, no. 1100), Sunan Ibni Majah (I/615, no. 1907), Sunan an-Nasa-i (VI/119).
[9]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (IX/205, no. 5149) dan ini adalah lafazh beliau, Shahiih Muslim (II/1040, no. 1425), Sunan Abi Dawud (VI/143, no. 2097), Sunan at-Tirmidzi (II/290, no. 1121), Sunan Ibni Majah (I/608, no. 1889) secara ringkas, Sunan an-Nasa-i (VI/123).
[10]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (IX/217, no. 5151), Shahiih Muslim (II/1035, no. 1418), Sunan Abi Dawud (VI/176, no. 2125), Sunan Ibni Majah (I/627, no. 1954), Sunan at-Tirmidzi (II/298, no. 1137), Sunan an-Nasa-i (VI/92).
[11]. Shahih: [Irwaa-ul Ghaliil (no. 1939)], Sunan at-Tirmidzi (II/306, no. 1154), Sunan Abi Dawud (VI/147, no. 2100), Sunan Ibni Majah (I/609, no. 1891), Sunan an-Nasa-i (VI/121)
-
Sumber : Almanhaj.or.id
Dari
Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alihi wa sallam
apabila mendo’akan seseorang yang menikah beliau bersabda:
بَارَكَ اللهُ لَكُمْ، وَبَارَكَ عَلَيْكُمْ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِيْ خَيْرٍ.
“Semoga Allah memberkahi kalian dan menetapkan keberkahan atas kalian serta mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan.” [7]
Read more https://almanhaj.or.id/1348-akad-nikah-khutbah-nikah-mahar-maskawin.htm
بَارَكَ اللهُ لَكُمْ، وَبَارَكَ عَلَيْكُمْ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِيْ خَيْرٍ.
“Semoga Allah memberkahi kalian dan menetapkan keberkahan atas kalian serta mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan.” [7]
Read more https://almanhaj.or.id/1348-akad-nikah-khutbah-nikah-mahar-maskawin.htm
Akad Nikah
Rukun akad nikah ada dua, yaitu: Ijab dan Qabul. Sedangkan syarat sahnya adalah :
1. Adanya izin dari wali
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ لَمْ يَنْكِحْهَا الْوَلِيُّ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَإِنْ أَصَابَهَا فَلَهَا مَهْرُهَا بِمَا أَصَابَ مِنْهَا فَإِنِ اشْتَجَرُوْا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ لَهُ
“Wanita yang tidak dinikahkan oleh walinya, maka nikahnya bathil, maka nikahnya bathil, maka nikahnya bathil. Jika sang lelaki telah mencampurinya, maka sang wanita berhak mendapatkan maskawin untuk kehormatan dari apa yang telah menimpanya. Dan jika mereka terlunta-lunta (tidak memiliki wali), maka penguasa dapat menjadi wali bagi wanita yang tidak mempunyai wali.” [1]
2. Hadirnya para saksi
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لاَنِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَيْ عَدْلٍ.
“Tidak sah nikah kecuali dengan seorang wali dan dua orang saksi yang adil.”[2]
Read more https://almanhaj.or.id/1348-akad-nikah-khutbah-nikah-mahar-maskawin.html
Rukun akad nikah ada dua, yaitu: Ijab dan Qabul. Sedangkan syarat sahnya adalah :
1. Adanya izin dari wali
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ لَمْ يَنْكِحْهَا الْوَلِيُّ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَإِنْ أَصَابَهَا فَلَهَا مَهْرُهَا بِمَا أَصَابَ مِنْهَا فَإِنِ اشْتَجَرُوْا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ لَهُ
“Wanita yang tidak dinikahkan oleh walinya, maka nikahnya bathil, maka nikahnya bathil, maka nikahnya bathil. Jika sang lelaki telah mencampurinya, maka sang wanita berhak mendapatkan maskawin untuk kehormatan dari apa yang telah menimpanya. Dan jika mereka terlunta-lunta (tidak memiliki wali), maka penguasa dapat menjadi wali bagi wanita yang tidak mempunyai wali.” [1]
2. Hadirnya para saksi
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لاَنِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَيْ عَدْلٍ.
“Tidak sah nikah kecuali dengan seorang wali dan dua orang saksi yang adil.”[2]
Read more https://almanhaj.or.id/1348-akad-nikah-khutbah-nikah-mahar-maskawin.html
Akad Nikah
Rukun akad nikah ada dua, yaitu: Ijab dan Qabul. Sedangkan syarat sahnya adalah :
1. Adanya izin dari wali
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ لَمْ يَنْكِحْهَا الْوَلِيُّ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَإِنْ أَصَابَهَا فَلَهَا مَهْرُهَا بِمَا أَصَابَ مِنْهَا فَإِنِ اشْتَجَرُوْا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ لَهُ
“Wanita yang tidak dinikahkan oleh walinya, maka nikahnya bathil, maka nikahnya bathil, maka nikahnya bathil. Jika sang lelaki telah mencampurinya, maka sang wanita berhak mendapatkan maskawin untuk kehormatan dari apa yang telah menimpanya. Dan jika mereka terlunta-lunta (tidak memiliki wali), maka penguasa dapat menjadi wali bagi wanita yang tidak mempunyai wali.” [1]
2. Hadirnya para saksi
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لاَنِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَيْ عَدْلٍ.
“Tidak sah nikah kecuali dengan seorang wali dan dua orang saksi yang adil.”[2]
Read more https://almanhaj.or.id/1348-akad-nikah-khutbah-nikah-mahar-maskawin.html
Rukun akad nikah ada dua, yaitu: Ijab dan Qabul. Sedangkan syarat sahnya adalah :
1. Adanya izin dari wali
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ لَمْ يَنْكِحْهَا الْوَلِيُّ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَإِنْ أَصَابَهَا فَلَهَا مَهْرُهَا بِمَا أَصَابَ مِنْهَا فَإِنِ اشْتَجَرُوْا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ لَهُ
“Wanita yang tidak dinikahkan oleh walinya, maka nikahnya bathil, maka nikahnya bathil, maka nikahnya bathil. Jika sang lelaki telah mencampurinya, maka sang wanita berhak mendapatkan maskawin untuk kehormatan dari apa yang telah menimpanya. Dan jika mereka terlunta-lunta (tidak memiliki wali), maka penguasa dapat menjadi wali bagi wanita yang tidak mempunyai wali.” [1]
2. Hadirnya para saksi
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لاَنِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَيْ عَدْلٍ.
“Tidak sah nikah kecuali dengan seorang wali dan dua orang saksi yang adil.”[2]
Read more https://almanhaj.or.id/1348-akad-nikah-khutbah-nikah-mahar-maskawin.html
Akad Nikah
Rukun akad nikah ada dua, yaitu: Ijab dan Qabul. Sedangkan syarat sahnya adalah :
1. Adanya izin dari wali
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ لَمْ يَنْكِحْهَا الْوَلِيُّ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَإِنْ أَصَابَهَا فَلَهَا مَهْرُهَا بِمَا أَصَابَ مِنْهَا فَإِنِ اشْتَجَرُوْا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ لَهُ
“Wanita yang tidak dinikahkan oleh walinya, maka nikahnya bathil, maka nikahnya bathil, maka nikahnya bathil. Jika sang lelaki telah mencampurinya, maka sang wanita berhak mendapatkan maskawin untuk kehormatan dari apa yang telah menimpanya. Dan jika mereka terlunta-lunta (tidak memiliki wali), maka penguasa dapat menjadi wali bagi wanita yang tidak mempunyai wali.” [1]
2. Hadirnya para saksi
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لاَنِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَيْ عَدْلٍ.
“Tidak sah nikah kecuali dengan seorang wali dan dua orang saksi yang adil.”[2]
Read more https://almanhaj.or.id/1348-akad-nikah-khutbah-nikah-mahar-maskawin.html
Rukun akad nikah ada dua, yaitu: Ijab dan Qabul. Sedangkan syarat sahnya adalah :
1. Adanya izin dari wali
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ لَمْ يَنْكِحْهَا الْوَلِيُّ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَإِنْ أَصَابَهَا فَلَهَا مَهْرُهَا بِمَا أَصَابَ مِنْهَا فَإِنِ اشْتَجَرُوْا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ لَهُ
“Wanita yang tidak dinikahkan oleh walinya, maka nikahnya bathil, maka nikahnya bathil, maka nikahnya bathil. Jika sang lelaki telah mencampurinya, maka sang wanita berhak mendapatkan maskawin untuk kehormatan dari apa yang telah menimpanya. Dan jika mereka terlunta-lunta (tidak memiliki wali), maka penguasa dapat menjadi wali bagi wanita yang tidak mempunyai wali.” [1]
2. Hadirnya para saksi
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لاَنِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَيْ عَدْلٍ.
“Tidak sah nikah kecuali dengan seorang wali dan dua orang saksi yang adil.”[2]
Read more https://almanhaj.or.id/1348-akad-nikah-khutbah-nikah-mahar-maskawin.html
Akad Nikah
Rukun akad nikah ada dua, yaitu: Ijab dan Qabul. Sedangkan syarat sahnya adalah :
1. Adanya izin dari wali
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ لَمْ يَنْكِحْهَا الْوَلِيُّ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَإِنْ أَصَابَهَا فَلَهَا مَهْرُهَا بِمَا أَصَابَ مِنْهَا فَإِنِ اشْتَجَرُوْا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ لَهُ
“Wanita yang tidak dinikahkan oleh walinya, maka nikahnya bathil, maka nikahnya bathil, maka nikahnya bathil. Jika sang lelaki telah mencampurinya, maka sang wanita berhak mendapatkan maskawin untuk kehormatan dari apa yang telah menimpanya. Dan jika mereka terlunta-lunta (tidak memiliki wali), maka penguasa dapat menjadi wali bagi wanita yang tidak mempunyai wali.” [1]
2. Hadirnya para saksi
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لاَنِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَيْ عَدْلٍ.
“Tidak sah nikah kecuali dengan seorang wali dan dua orang saksi yang adil.”[2]
Read more https://almanhaj.or.id/1348-akad-nikah-khutbah-nikah-mahar-maskawin.html
Rukun akad nikah ada dua, yaitu: Ijab dan Qabul. Sedangkan syarat sahnya adalah :
1. Adanya izin dari wali
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ لَمْ يَنْكِحْهَا الْوَلِيُّ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَإِنْ أَصَابَهَا فَلَهَا مَهْرُهَا بِمَا أَصَابَ مِنْهَا فَإِنِ اشْتَجَرُوْا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ لَهُ
“Wanita yang tidak dinikahkan oleh walinya, maka nikahnya bathil, maka nikahnya bathil, maka nikahnya bathil. Jika sang lelaki telah mencampurinya, maka sang wanita berhak mendapatkan maskawin untuk kehormatan dari apa yang telah menimpanya. Dan jika mereka terlunta-lunta (tidak memiliki wali), maka penguasa dapat menjadi wali bagi wanita yang tidak mempunyai wali.” [1]
2. Hadirnya para saksi
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لاَنِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَيْ عَدْلٍ.
“Tidak sah nikah kecuali dengan seorang wali dan dua orang saksi yang adil.”[2]
Read more https://almanhaj.or.id/1348-akad-nikah-khutbah-nikah-mahar-maskawin.html
Komentar
Posting Komentar
Harap mengisi kolom komentar dengan baik dan benar, segala bentuk promosi atau ujaran kebencian akan Kami Hapus.
Jika ada artikel yang kontra dengan pemahaman anda, kami menerima segala kritik dan saran. Silahkan sampaikan dengan sopan santun di kolom komentar tanpa menghujat atau playing victim, sertakan bukti pendukung yang kuat agar lebih logis.
Baarakallahu fiikum
-Owner