Walimah yang sesuai dengan Syari'at Islam

Bsimillah,

Hukum asal walimah adalah mubah, kecuali walimah yang dianjurkan dan diperintahkan

 oleh agama Islam sehingga menjadi ibadah wajib atau mustahab.


Di antara walimah yang diperintahkan atau dianjurkan oleh syariat yaitu walimatul ‘ursy (walimah pernikahan) dan walimah aqiqah pada hari ke tujuh kelahiran bayi. Dalilnya adalah sebagai berikut :

Ketika Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetahui bahwa Abdurrahman bin ‘Auf telah menikah, Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya,
أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ
Buatlah walimah walaupun walimah (sekadar) dengan seekor kambing.” (HR. Bukhari, no. 5167)
Tentang walimah aqiqah, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ غُلاَمٍ رَهِيْنَةٌ بِعَقِيْقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى
Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya, disembelihkan (kambing) darinya pada hari ketujuh (dari kelahirannya), dicukur, dan diberi nama.” (HR. Abu Daud, no. 2838; Tirmidzi, no. 1522; Ibnu Majah, no. 3165; dinilai sahih oleh Syekh Al-Albani)
Di antara walimah yang dilarang syariat, yaitu al-wadhimah (walimah saat tertimpa musibah), seperti: selamatan kematian yang dilakukan oleh banyak umat Islam.
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ اَلْبَجَلِي قَالَ كُنَّا نَرَى اْلإِجْتِمَاعِ إِلَى أَهْلِ الْمَيِّتِ وَصَنْعَةَ الطَّعَامِ (بَعْدَ دَفْنِهِ) مِنَ النِّيَاحَةِ
Dari Jarir bin Abdullah Al-Bajali, dia berkata, “Kami–yakni para sahabat–berpandangan bahwa berkumpul di tempat keluarga mayit dan membuat makanan (setelah penguburan mayit) adalah termasuk meratap.” (HR. Ibnu Majah, no. 1612; dalam kurung tambahan riwayat Ahmad)
Demikian juga, walimah khitan, sebaiknya ditinggalkan. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Dalam Musnad Ahmad, dari hadis Utsman bin Abul ‘Ash, tentang walimah khitan (dinyatakan), ‘Tidak pernah diundang untuknya (walimah khitan).’”

Demikian pembahasan singkat mengenai Walimah yang disyari'atkan dan dianjurkan oleh agama Islam, dan Walimah yang dilarang. Semoga bermanfaat. Barakallah Fiik.
|
Sumber: Majalah As-Sunnah, Edisi Khusus, Tahun VIII 1425 H/2004
|

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syaikh Abdullah Al-Bukhari; Parenting Muslim

Berhenti Belajar Agama Sebab Bekerja ?

MANHAJ KOKOH