Tidak Tumaninah dalam Shalat
Takbir sejajar dengan telinga atau bahu sesuai Sunnah |
Diantara kejahatan pencurian terbesar adalah pencurian dalam shalat. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda
Sejahat-jahat pencuri adalah orang yang mencuri shalatnya, mereka bertanya 'Bagaimana ia mencuri dari shalatnya ?' 'Beliau menjawab: (Ia) tidak menyempurnakan ruku' dan sujudnya [ HR. Imam Ahmad 5/310 dalam Shahihul Jami' no.997 ]
Tidak sah sholat seseorang sehingga ia menegakkan (meluruskan) punggungnya ketika ruku dan sujud [ HR. Abu Dawud dalam Shahihul Jami' no. 7224 ]
Abu Abdillah al-Asy'ari berkata : "Suatu ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam shalat bersama para sahabat, kemudian beliau duduk bersama sekelompok mereka. Tiba-tiba seorang laki-laki masuk dan berdiri menunaikan shalat, orang itu ruku dan sujud dengan cara mematuk, maksudnya dengan cara tidak menempelkan hidung dengan lantai, dengan kata lain tidak sempurna. Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda 'Jika seorang hamba sujud, maka ia sujud dengan tujuh anggota badannya, wajah, dua telapak tangan, dua lutut dan dua telapak kakinya' [ Fiqhus Sunnah; Sayyid Sabiq 1/124 ], maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
Apakah kalian menyaksikan orang ini ? Barangsiapa meninggal dalam keadaan seperti ini (Shalatnya) maka dia meninggal dalam keadaan diluar agama Muhammad. Ia mematuk dalam shalatnya sebagaimana burung gagak mematuk darah. Sesungguhnya perumpamaan orang yang shalat dan mematuk dalam sujudnya bagaikan orang lapar yang tidak makan kecuali sebutir atau dua butir kurma, bagaimana ia bisa merasa cukup dengannya ? [ HR. Ibnu Khuzaimah dalam kitab Shahih nya 1/332. ]
Orang yang meninggalkan thumaninah dalam shalat, sedang ia mengetahui hukumnya, maka wajib baginya mengulangi shalatnya seketika dan bertaubat atas shalat-shalat yang dia lakukan tanpa thumaninah pada masa lalu, Ia tidak wajib mengulangi shalatnya di masa lalu.
|
SUMBER RUJUKAN KITAB : Muharramatus Tahaanu Bihannasu Yajibul Hadzru Minha (Dosa-Dosa yang Dianggap Biasa); Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid; Daarul Wathan Riyad, Arab Saudi; 1414H/1994M | Cetakan Pertama; Yayasan Al-Sofwa; Rabiul Awwal 1418H/1997M
Penulis : Muhammad Fajar, Karawang, 5 Sya'ban 1442H; 2:34 WIB | Blanakan, Subang.
Komentar
Posting Komentar
Harap mengisi kolom komentar dengan baik dan benar, segala bentuk promosi atau ujaran kebencian akan Kami Hapus.
Jika ada artikel yang kontra dengan pemahaman anda, kami menerima segala kritik dan saran. Silahkan sampaikan dengan sopan santun di kolom komentar tanpa menghujat atau playing victim, sertakan bukti pendukung yang kuat agar lebih logis.
Baarakallahu fiikum
-Owner