Menunggu Menyesal


Apakah kita tidak menyadari, betapa besar karunia yang Allah سبحانه وتعالى titipkan untuk kita ? Tak mampu kita menentukan nilainya. Mahal. Tinggi. Bahkan tak ternilai. Sehat, fisik, kekuatan jasmani dan rohani itu semua mahal.

Apalagi thalabul ilmi, hafalan Qur'anmu hadits-hadits, bahasa Arab yang pernah engkau pelajari. Ilmu fiqh dan tafsirmu. Nikmat menjadi seorang muslim. Bahagia sebagai bagian ahlus sunnah, damai dalam lingkungan orang-orang shaleh.

Tak perlu hal itu hilang baru tersadar bukan ? Tidak harus menunggu semua itu terlepas, baru kemudian menangis bukan ? Jangan menunggu menyesal. Menyesal itu pedih, sangat perih.

Saat sakit itulah yang engkau tunggu ? Saat tak bisa apa-apa. Waktu badan melemah termakan usia, itukah yang engkau nanti ? Waktu tak bisa apa-apa.

Ketika mata memburam, telinga berkurang pendengarannya, lidah mati rasa dan kaki tangan tak dapat digerakkan itukah yang engkau tunggu ?

Ketika terhalang dari thalabul ilmi, itukah yang engkau tunggu untuk disesali ? Waktu hafalan Qur'anmu hilang, haditsmu dilupakan dan susah engkau berucap bahasa Arab, apakah pada waktu itu baru engkau BERHARAP WAKTU TERULANG KEMBALI ?

Kita kurang bersyukur. Iya, kita memang sangat kurang dalam bersyukur. Syukurmu bukan dengan egois. Hanya memikirkan diri sendiri. Hanya ingin mau sendiri. Tak peduli kecuali kepuasan dan kesenangan diri sendiri.

Syukurmu itu dengan berjuang. Dengan berkorban untuk agama. Untuk islam. Rela berkorban agar kalimat Allah tegak di muka bumi. Apa yang sudah engkau lakukan untuk Islam ? Apa yang telah engkau perbuat untuk umat ? Atau malah justru sebaliknya ?

Suatu hari, Al-Mundziri rahimahullah heran dengan Ibnu Shadaqah al-Hamawi rahimahullah. Di siang terik, panas sangat menyengat ia sedang berteduh di sebuah lubang bawah tanah sambil belajar. Kata al-Mundziri rahimahullah "Di tempat semacam ini ? Dalam cuaca seperti ini dan engkau masih belajar ?"

Kemudian al-Hamawi rahimahullah menjawab, "Kalau bukan untuk sibuk belajar, untuk apa aku hidup ?"

Begitulah. Belajar itu tidak ada istirahatnya. Belajar itu harus terus menerus, tidak ada habisnya. Jangan pernah merasa cukup. Jangan bangga karena telah dinyatakan lulus.

Konteks situasi saat itu adalah gerakan kaum munafik yang selalu membuat ulah dan menear ujaran-ujaran yang selalu membuat ulah dan menebar ujaran negatif SEPERTI BUZZER di negara ini untuk menjelekkan Islam. Musuh di dalam selimut. Ibarat duri didalam daging. Tidak ada hentinya memproduksi kekacauan.

Jika umat islam memproleh kemenangan, kemajuan atau dakwah yang semakin meluas, kaum munafik sakit hati dan bertambah benci. Sebaliknya, mereka akan tertawa bahagia dan bergembira ria apabila umat Islam mengalami kekalahan, kemunduran dan kerugian.

Sambil bernada menghina, mereka bilang, "Kan, kami sudah bilang jangan begini dan begitu, dan kalian tidak mendengarkan kami", "Atau kalian memang bebal ?."

Imam Ibnu Katsir rahimahullah, dalam tafsirnya menerangkan firman Allah سبحانه وتعالى dalam 📚 : [ surat at-Taubah ayat 50 dan 51 ], bahwa dalam situasi semacam itu, Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم diperintahkan oleh Allah untuk menjawab tegas :

لن يصيبنا إلا ماكتب الله لناهو مولانا وعلى الله فليتوكل المؤمنون

"Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman dan bertawakal."

Inilah keyakinan, keyakinan yang semestinya kita ingat dan pegang, kita jaga. Keyakinan bahwa hanya Allah pelindung kita. Jika Allah telah memberi perlindungan, adakah yang pantas ditakuti hamba ? Adakah yang bisa membuat sedih ?

Tidak ada.

Badruddin al 'Aini rahimahullah (w. 855H) menerangkan bahwa ayat diatas juga berlaku saat menghadapi ujian-ujian dunia, termasuk persoalan rumit dalam rumah tangga, ekonomi dan sejenisnya.

Dikutip dari kitab 📚 : [ Umdatul Qari Syarah Shahih Bukhari 23/162 ]

Semoga Allah سبحانه وتعالى selalu melindungi kita, keluarga dan masyarakat dari hal-hal yang buruk.

✍🏻 : Karawang, 11 September 2023
📱Grup WA : Klik Disini
📪 Telegram : Klik Disini

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syaikh Abdullah Al-Bukhari; Parenting Muslim

Berhenti Belajar Agama Sebab Bekerja ?

MANHAJ KOKOH