Akal Anak Nakal


Nakal diartikan oleh KBBI sebagai buruk kelakuan, suka berbuat kurang baik, tidak menurut, mengganggu, dan sebagainya, terutama bagi anak-anak.

Ada beberapa hal yang dinilai sebagai kenakalan, seperti ; menolak aturan, keras kepala, berani menjawab, melanggar aturan, dan enggan mendengarkan.

Ketika seorang anak melakukan salah satu hal di atas, apakah boleh langsung dicap sebagai anak nakal ?

Di situ kita harus bijak dan berhati-hati. Jangan sampai salah menilai dan terburu-buru menyimpulkan. 

Jangan karena satu dua kali tanda kenakalan dilakukan, anak cepat-cepat dilabeli nakal.

Perlu diketahui bahwa labeling, sedikit banyak, berdampak pada mental dan perilaku pada anak. 

Jika labeling negatif yang diberikan, dampaknya pun akan negatif. Anak yang semula tidak nakal, jika salah labeling, justru bisa tanpa sadar akan menampilkan perilaku tersebut dalam kehidupannya. 

Jika anak benar-benar nakal, malah akan membuatnya merasa “terlanjur basah” sehingga bertambah parah.

Kalaupun tanda-tanda kenakalan ditemukan pada anak, apakah ingin menyalahkan anak 100%? 

Bukankah banyak variabel yang mempengaruhinya? Orang tua, lingkungan tinggal, alam belajarnya, pola asuh, dan pola didik, adalah beberapa contoh dari sekian banyak kemungkinan yang membentuk kepribadian anak.

Namun, ada 2 hal yang ingin qsaya tulis di sini ; rata-rata anak yang disebut nakal memiliki kelebihan dalam aspek akal dan tidak menutup kemungkinan bila seseorang yang sempat nakal, pada akhirnya akan bertaubat dan menjadi pribadi yang baik dan menginspirasi kebaikan.

Contohnya, anak “nakal” seringnya keras kepala. Maunya menang sendiri. Tidak mau peduli dengan orang lain. Angkuh. Tidak mau menerima nasihat orang lain. Anak cenderung sulit diubah pendapatnya dan selalu menganggap dirinya benar. Bahkan, ia menganggap sikap mengalah adalah tindakan bodoh. Maka, ia pantang dan tabu untuk meminta maaf. Bahkan dengan cara berbohong sekalipun.

Dilihat dari sudut pandang yang lain, sifat-sifat di atas justru menunjukkan anak tersebut memiliki kelebihan akal, dan cerdik.

Jika anak memiliki karakter keras kepala, jangan terburu-buru meresponnya secara negatif. Jika diarahkan dengan baik dan dibimbing, justru karakter tersebut dapat  disalurkan untuk hal-hal yang positif. 

Karena, anak yang demikian memiliki karakter yang pantang menyerah, tidak mau berhenti sampai apa yang ia kehendaki terwujud.

Anak dengan sifat keras kepala harus dihadapi dengan kepala dingin. 

Dengarkan apa yang ia inginkan, lalu berdiskusilah dengan metode komunikasi penuh kasih sayang. Jangan dilayani dengan keras dan kaku.

Hadapi dengan sabar dan tenang. Lebih baik berkorban waktu dan tenaga mengahadapinya di masa kecil, daripada menyesal nanti setelah besarnya karena sifatnya yang susah diubah. 

Pahami pola dan cara berpikir anak. Sehingga kita benar-benar mengerti apa yang sedang dirasakan anak. Apakah ia sedang senang, sedih, takut, atau bagaimana? 

Pelajari cara berbicaranya, cara bersikapnya, dan ekspresi tubuhnya.

Yang paling penting adalah jangan berhenti berdoa kepada Allah Ta’ala agar memberikan hidayah untuk anak. Yakinlah bahwa pintu taubat terbuka lebar-lebar. 

Saya senang membaca kitab 📚: [ At Tawwabin, karya Ibnu Qudamah yang wafat tahun 803 H ]

At Tawwabin, seperti namanya yang bermakna Orang-Orang Yang Bertaubat, menyebutkan 130 kisah taubatnya orang-orang. 

Di antara yang disebutkan adalah Fudhail bin Iyadh dan anaknya Ali bin Fudhail.

Fudhail dahulunya seorang bandit jalanan yang sering melakukan perampokan. Jangankan bertemu orangnya, disebut namanya saja sudah membuat orang-orang ketakutan. Sosoknya sangat terkenal dan disegani di kalangan para perampok.  Melalui kisah yang menakjubkan, Fudhail pun bertaubat. Sisa umurnya dihabiskan untuk belajar agama dan beribadah.

Fudhail memiliki seorang putra bernama Ali yang bandel. Susah diatur. Sudah dibilang nakal. Tidak mau belajar. Bahkan surat Al Fatihah saja tidak mampu ia baca.

Fudhail yang telah maksimal berupaya, berdoa :

اللَّهُمَّ إِنِّيْ اجْتَهَدْتُ أَنْ أَؤدِّبَ عَلِيّاً، فَلَمْ أَقْدِرْ عَلَى تَأَدِيْبِهِ، فَأَدِّبْهُ أَنْتَ لِي

“Ya Allah, aku sudah merasa maksimal untuk mendidik Ali. Namun, aku sadar tidak mampu mendidiknya. Maka, didiklah Ali untukku”.

Maa syaa Allah, kekuatan doa orang tua memang luar biasa. 

Ali yang semula keras kepala , menjadi pribadi yang lembut, ahli ibadah, zuhud, dan cinta kepada ilmu. 

Imam Adz Dzahabi rahimahullah dalam kitab mahsyur nya yaitu 📚 : [ Siyar A’lam Nubala ] menulis tentang Ali, 

“Terhitung waliyullah yang mulia. Wafat lebih dahulu dibandingkan ayahnya”. 

Ali wafat beberapa saat setelah jatuh pingsan karena mendengar ayat Al Qur’an yang dibacakan.

Oleh sebab itu, jika ada anak memperlihatkan tanda-tanda kenakalan, sikapilah dengan sabar dan bijak. Bimbinglah dengan kasih sayang. Arahkan dan ajaklah berkomunikasi. Jangan bosan berdoa.

Sebab, jika salah langkah, sifat nakal itu akan terbawa. Parahnya kalau terlanjur ditokohkan dan dipanuti. 

Jadilah ia tokoh yang mengajarkan kejelekan. Tokoh yang keras kepala, susah menerima nasihat, semau-maunya sendiri, selalu merasa benar, yang jika tidak dituruti malah semakin menjadi-jadi. Selalu cari perhatian dengan mengeluarkan statmen yang kontroversial, membuat acara yang “dibesar-besarkan” atau membikin kegiatan di lokasi-lokasi yang bisa menarik perhatian, walaupun hanya sedikit orang yang mengikuti. Ia tidak akan ambil peduli, karena terlanjur keras kepala.

✍🏻 : Karawang, 02 November 2023
📱Grup WA : Klik Disini
📪 Telegram : Klik Disini

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syaikh Abdullah Al-Bukhari; Parenting Muslim

Berhenti Belajar Agama Sebab Bekerja ?

MANHAJ KOKOH