Angan Angan Manusia


Al Hasan al Bashri rahimahullah berpesan :

"Janganlah engkau berandai-andai memiliki harta seperti milik si fulan atau si fulan. Karena engkau tidak mengerti, bisa jadi kehancurannya dikarenakan hartanya itu!?"

Dikutip dari,

📚 : [ Tafsir ath Thabari, no.9243 ]

Dunia ini memang menggoda. Sejuta rayuan syahwat ada. Bagai lingkaran yang tak berujung karena terus bersambung. Manusia banyak menjadi korbannya.

Melihat si A, andai aku seperti dia. Mendengar tentang si B, lalu berandai bisa sepertinya. Ada si C dengan kemilau dunia, ia andai-andai sama dengan si C.

Harta, harta, dan harta.
Pangkat, pangkat, dan pangkat. Rumah megah, mobil mewah, berpetak-petak sawah. Sehamparan tanah. 

Ah, manusia memang tak berhenti berkhayal untuk terus menambah dan menambah. Berhenti setelah ditanam dalam tanah.

Imam Al Hasan al Bashri rahimahullah mengingatkan untuk tidak terlena. Jangan terbuai. Jangan berandai-andai seperti mereka yang engkau anggap hebat, engkau anggap sukses, dan engkau anggap berhasil.

Bisa jadi mereka hancur disebabkan yang mereka punya.

Sudah banyak rumah tangga yang hancur karena harta. Sudah banyak keluarga berantakan karena harta.
Sudah banyak nama baik dan kehormatan terhempas hilang, juga karena harta.

Bahkan banyak yang depresi juga bunuh diri karena harta. Banyak persahabatan yang rusak dan pertemanan yang putus dikarenakan harta.

Padahal, mereka tak bahagia.

Allah berfirman dalam 📖 : [ surat an Nisa 32 ],

وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللّٰهُ بِهٖ بَعْضَكُمْ عَلٰى بَعْضٍ

"Dan janganlah kamu berandai-andai terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain"

Beginilah Andai yang dianjurkan,

Dia hanya bisa berandai-andai, "Semoga aku bisa seperti dia. Suka bederma. Senang berbagi. Apalagi untuk agama"

Kamus Bahasa Indonesia mengartikan iri; sebagai sikap kurang senang melihat kelebihan orang lain. Sementara hasad, disebut dengan dengki.

Dia iri kepada temannya. Tapi, bukan iri karena benci. Bukan sebab tidak suka. Apalagi membayangkan temannya itu kehilangan atau berkurang kenikmatan.

Nabi Muhammad ﷺ menerangkan dalam 📚 : [ HR Bukhari 5025 Muslim 815 dari sahabat Ibnu Umar ] :

لا حسدَ إلا على اثنتينِ 

"Tidak boleh hasad kecuali terhadap dua orang" 

Nabi Muhammad ﷺ membahasakan dengan hasad. Namun, bukan dalam arti yang tercela atau terlarang. Tidak disebabkan benci atau kurang suka.

Siapa mereka? Kenapa hasad diperbolehkan terhadap mereka?

Satu dari dua jenis orang itu adalah :

رجلٌ آتاه اللهُ مالًا فهو ينفقُ منه آناءَ الليلِ وآناءَ النهارِ

"Seseorang. Allah memberinya harta. Ia berinfak sepanjang malam, sepanjang hari, dengan harta itu"

Bukan semata-mata kaya raya. Tidak hanya karena banyak harta. Tapi, tidak dipakai buat kebaikan. Buat dihabiskan untuk foya-foya dan sia-sia.

Terhadap orang semacam itu, buat apa iri? Adakah gunanya?

Tapi, iri lah kepada seorang dermawan. Ia berharta dan harta itu ia pakai buat infak, sedekah, wakaf, hibah, dan amal kebaikan lainnya.

Iri lah kepada orang dermawan. Tidak hanya memikirkan diri sendiri. Bukan ingin memuaskan diri. Justru ia kurang tenang dan tidak senang, bila tidak bisa berbagi.

Nabi Muhammad ﷺ bersabda :

لَوْ كانَ لي مِثْلُ أُحُدٍ ذَهَبًا ما يَسُرُّنِي أنْ لا يَمُرَّ عَلَيَّ ثَلاثٌ، وعِندِي منه شيءٌ إلَّا شيءٌ أُرْصِدُهُ لِدَيْنٍ

"Andai aku punya emas sebanyak gunung Uhud, aku tidak merasa tenang, berlalu 3 hari kemudian masih ada yang tersisa. Kecuali yang aku siapkan untuk melunasi utang " 

📚 : [ HR Bukhari 2389 Muslim 991 dari sahabat Abu Hurairah ]

Sedemikian dermawan Nabi Muhammad ﷺ. Beliau hanya ingin memberi, memberi, dan memberi. Berbagi, berbagi, dan terus berbagi.

Lebih-lebih, Nabi Muhammad ﷺ menyatakan :

وإنَّما أنا قاسِمٌ ويُعْطِي اللَّهُ

"Saya hanya sebatas membagi. Allah lah yang memberi" 

📚 : [ HR Bukhari 71 Muslim 1037 dari sahabat Muawiyah ]

Artinya?

Beliau mengingatkan bahwa harta yang ada, harta yang dipunya, hakikatnya milik Allah. Dia-lah yang memberikan dan menitipkan. Tugas hamba adalah membagikan dan menyalurkan di jalan- Nya.

Tapi, dia tidak bisa. Sebab, ia tak berharta. Atau terkadang ada harta, namun belum bisa berlapang dada.

Kadang berpikir, apakah pantas sederajat di surga dengan Nabi Muhammad ﷺ yang terdepan dalam berinfak?

Bisakah ia sederajat di surga dengan Abu Bakar Ash Shidiq yang berinfak dengan semua harta? Umar bin Khattab yang berinfak separuh harta? Atau Utsman bin Affan yang sedekahnya tidak terhitung karena saking sering dan begitu banyaknya?

Maunya berjumpa dan dihimpun di surga bersama Rasulullah ﷺ , bersama Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali, namun apakah itu hanya angan-angan tanpa kenyataan?

Sementara, pikirnya, dia masih belum bisa seperti Rasulullah ﷺ yang memberi seperti orang yang tidak takut miskin. Sebab, tidak ada orang dermawan jatuh miskin.

Semoga Allah luaskan hati kita dan melancarkan segala urusan kita diatas Syariat Islam

✍🏻 : Karawang, 23 Desember 2023
🏷️ Saluran WhatsApp : Klik Disini
📱Grup WA : Klik Disini
📪 Telegram : Klik Disini

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syaikh Abdullah Al-Bukhari; Parenting Muslim

Berhenti Belajar Agama Sebab Bekerja ?

MANHAJ KOKOH