Menyikapi Penyimpangan

Menjelaskan penyimpangan itu ada aturannya, diperbolehkan, bukan termasuk ghibah, bukan termasuk namimah, bukan termasuk niradab.

Jika kita memilih diam atas penyimpangan,

Maka nanti penyimpangan tersebut menjadi subur, tak pun kita yang terpapar, bisa jadi anak cucu kita yang mengalaminya.

Wal 'iyyadzubillah.

Tidak usah sok baik atau sok bijak jika ada orang yang di telusuri penyimpangannya.

Kalau anda merasa itu perbuatan yang menyakitkan, cukup anda diam, kalau ingin membantah maka bantahlah dengan khazanah ilmiah, dengan ilmu, bukan dengan sindiran atau narasi-narasi frontal namun tidak memiliki sisi ilmiahnya.

Kalau anda tidak setuju maka perlu di perjelas arah ketidaksetujuan anda,
Jika melihat penyimpangan lantas kita diam tanpa pengingkaran dan terkesan membela dan meyakinkan diri bahwa itu bukan bagian dari penyimpangan.

Qolaa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam :

عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ يَقُوْلُ: مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيْمَانِ

"Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa dari kalian melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak bisa, ubahlah dengan lisannya. Jika tidak bisa, ingkarilah dengan hatinya, dan itu merupakan selemah-lemahnya iman.” 

📚 : [ HR. Muslim : 49 ]

Itulah satu langkah positif yang seyogyanya ditempuh jika dihadapkan pada kenyataan adanya pihak-pihak yang tidak suka atau kurang senang.

Hidup di dunia tidak mungkin lepas dari konflik. Mustahil bebas dari polemik. Untuk itu, autokritik sangat penting.

Autokritik artinya kritik terhadap diri sendiri. Fokus untuk menemukan kekurangan yang ada pada diri sendiri, lalu berusaha untuk memperbaikinya.

Lebih-lebih bila hidup di tengah masyarakat heterogen. Macam-macam dan warna-warna beragam. Satu kepala satu pendapat. Masing-masing sering berbenturan.

Memang, ada gejolak hati untuk menyerang balik jika dikritik. Ada dorongan ingin membalas bila dijelek-jelekkan. Maunya membela diri saat dihina-hina.

Namun, cobalah berpikir lebih jauh. Panjang ke depan. Ada 2 pilihan; menahan diri dan sabar sehingga tidak berlanjut, atau membalas dan terpancing akhirnya masalah bertambah luas dan lebar.

Mungkin itu hukuman atau teguran dari Allah Ta'ala karena dosa-dosa.

Abdullah bin Mas'ud mengatakan,

"Andai kalian tahu aib-aibku, tidak akan ada 2 orang dari kalian yang mau mengikutiku" 

Dikutip dari kitab 📚 : [ Syuabul Iman lil Baihaqi : 1/504 ]

Muhammad bin Wasi' berkata, 

"Andai dosa-dosa mengeluarkan aroma, pasti kalian tidak akan tahan berada di dekatku karena busuknya aroma dosaku" 

Disalin dari kitab,
📚 : [ Shifatus Shofwah 3/268 ]

Begitulah kaum Salaf.

Selalu autokritik. Berusaha menilai buruk terhadap diri sendiri. Tidak merasa sempurna. Tidak menganggap tanpa cela. Tidak menilai dirinya sebagai yang terbaik.

Abu Yazid Al Busthami menyatakan, 

"Sepanjang seorang hamba menilai masih ada orang yang lebih buruk dari dirinya, maka ia memiliki sifat sombong" 

📚 : [ Hilyatul Auliya 10/36 ]

Al Hasan Al Bashri ketika ditanya definisi tawadhu', beliau menjelaskan, 

"Saat engkau keluar rumah, setiap kali bertemu seorang muslim, engkau tidak merasa punya kelebihan dibandingkan orang itu" 

📚: [ Syuabul Iman 10/511 ]

Dan,
Abu Hazim berkata, 

"Barangsiapa menilai dirinya lebih baik dari orang lain, maka ia orang yang sombong. Sebab, Iblis mengatakan, "Saya lebih baik darinya". Itulah kesombongan!"

📚 : [ Al Mudaaroh hal.115 ]

Maka, daripada dibuat pusing oleh orang menggunjing yang tak ada ujungnya. Dibikin sakit kepala karena omongan-omongan tetangga. Disibukkan komentar-komentar yang tersebar. Lebih bagus autokritik saja lah.

Buat apa habiskan waktu membantah sana membantah sini. Klarifikasi untuk meluruskan ini dan meluruskan itu. Apalagi sampai membenturkan pihak pendukung dengan pihak pengkritik.

Nabi Muhammad pun merasa sesak dada karena ucapan kaum penentang. Namun, lihatlah cara beliau menghadapinya. 

Sesuai perintah Allah.

وَلَقَدْ نَعْلَمُ أَنَّكَ يَضِيقُ صَدْرُكَ بِمَا يَقُولُونَ

Dan Kami sungguh-sungguh mengetahui, bahwa dadamu menjadi sempit disebabkan apa yang mereka ucapkan

فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَكُن مِّنَ ٱلسَّٰجِدِينَ

Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud (shalat)

وَٱعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ ٱلْيَقِينُ

Dan teruslah beribadah kepada Rabb mu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)

📚 : [ Q.S Al-Hijr : 97-99 ]

✍🏻 : Karawang, 18 Januari 2024
🏷️ Saluran WhatsApp : Klik Disini
📱Grup WA : Klik Disini
📪 Telegram : Klik Disini

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syaikh Abdullah Al-Bukhari; Parenting Muslim

Berhenti Belajar Agama Sebab Bekerja ?

MANHAJ KOKOH