Jiwa Jiwa Kaca


Jika melihat anak muda tidak percaya diri. Ditanya, ia memilih bersembunyi. Diminta maju ke depan, ia justru tak bergerak. Diam seribu bahasa saat diberi kesempatan bicara.

Anak muda macam apa lah ?

Namun, setelah berpikir agak jernih, sikap anak muda semacam itu pasti ada sebabnya. Apa akar masalahnya?

Ternyata, di antara sebabnya; anak sering dibentak. Sebabnya juga; anak terus dikritik. Seolah tidak ada benarnya. Selalu salah.

Anak yang sering dibentak akan tumbuh dengan sifat yang cenderung penakut, minder, dan tidak percaya diri. 

Anak yang sering disalahkan, tentu kesulitan untuk mengembangkan potensi diri. Ia merasa tidak berharga, tidak memiliki kelebihan, dan kecil hati.

Dalam bahasa Arab, kata Uff diucapkan untuk mengungkapkan kekesalan, jengkel, dan ekspresi kemarahan.

Uff jika dikonversikan ke bahasa Indonesia, menjadi: huh, uft, aduhh, heh, dan yang semisal.

Mengucapkan uff terhadap anak tidaklah pantas dan kurang pas. Jika uff saja tidak boleh, apalagi lebih dari itu?! Seperti : dasar bodoh, tidak punya otak, goblok, atau yang serupa.

Anas bin Malik bercerita :

وَلَقَدْ خدمتُ رسول اللهِ ﷺ عَشْرَ سنين، فما قَالَ لي قَطُّ: أُفٍّ، 

"Sungguh, selama 10 tahun aku melayani Rasulullah ﷺ, tidak pernah Beliau mengucapkan Uff kepadaku, walaupun satu kali" 

📚 : [ HR Bukhari 1973 Muslim 2330 ]

Maa syaa Allah, 10 tahun kebersamaan, satu kali pun tidak pernah mengucapkan uff.

Anas bin Malik masih berusia 10 tahun ketika dititipkan sang ibu kepada Rasulullah ﷺ. Anas bertugas melayani Rasulullah ﷺ untuk keperluan sehari-hari. Berangkat pagi, pulang ke rumah sore hari.

Maka, Anas melalui masa kecil dan remaja bersama Rasulullah ﷺ. 

Anas melanjutkan,

وَلاَ قَالَ لِشَيءٍ فَعَلْتُهُ: لِمَ فَعَلْتَه؟، وَلاَ لشَيءٍ لَمْ أفعله: ألاَ فَعَلْتَ كَذا؟

 "Untuk sesuatu yang aku lakukan, Beliau tidak pernah mengkritik, "Kenapa kamu lakukan itu?". Untuk sesuatu yang tidak aku lakukan, Beliau tidak pernah mengkritik, "Kenapa tidak kamu lakukan?"

Allahu Akbar. Pendidikan anak yang luar biasa.

Anak dibukakan ruang berkembang, diberi panggung untuk berinisiatif. Anak dihargai ketika berpendapat, didorong untuk berani menyampaikan ide.

Anak tidak hanya disasar sebagai obyek. Anak pun dilatih menjadi subjek. Jangan satu arah, tapi buatlah anak merasa nyaman dengan komunikasi dua arah.

Nah, tugas orang tua dan pendidik untuk mendampingi dan mengarahkan. Berikanlah apresiasi sesuai kadarnya. Jangan diam saja jika anak keliru. Namun, bijaklah dalam menegur.

Jangan salah memperlakukan anak. Anak yang sering dibentak, sering dikritik, seringnya akan sulit bergaul. Ia menghindari pertemanan karena takut dicela oleh orang lain.

Takutnya, anak yang sering dibentak atau dikritik, akan meniru sehingga ia pun menjadi tipe pemarah dan suka mencacat orang. Apa jadinya jika anak pun suka mencacat orang tua nya sendiri? Mencacat gurunya sendiri?

Jangan menjadi sebab anak depresi. Karena sering dibentak dan dikritik, maka kecewa, sedih, dan luka hatinya bertumpuk. Lama kelamaan, jika tidak segera diobati, anak akan mengalami depresi. Allahul musta'an

Imam Al Utsaimin rahimahullah, dalam kitab 📚 : [ Syarah Riyadhus Salihin 3/561 ], saat membahas hadis Anas di atas, mengatakan, 

"Bahkan, hal-hal yang dilakukan Anas berdasarkan inisiatifnya, Rasulullah ﷺ tidak pernah mengkritik dan mencelanya"

Jika anak berbuat salah, jangan buru-buru menyalahkan. 

Coba introspeksi, apakah kita sudah memberikan edukasi? Apakah kita telah menjadi contoh yang baik? Apakah kita sudah maksimal mendampingi?

Jiwa anak bagaikan kaca yang mudah pecah, gampang retak. Satu kata bisa meruntuhkan dan menghancurkan mental nya. Maka, bijaklah kepada anak.

✍🏻 : Karawang, 20 September 2024
🏷️ Saluran WhatsApp : Klik Disini
📱Grup WA : Klik Disini
📪 Telegram : Klik Disini

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syaikh Abdullah Al-Bukhari; Parenting Muslim

Berhenti Belajar Agama Sebab Bekerja ?

MANHAJ KOKOH